Selasa, 25 November 2014

Senja Terakhir Di Ujung Penantian

Di minggu ini,semua santri sibuk mempersiapkan diri dengan berbagai macam persiapan ke Kampung Halaman masing-masing. Aku pun ikut bergegas mempersiapkan segala persiapan serta barang-barang yang hendak ku bawa pulang ke Bandung. Setelah selesai berpamitan dengan teman sesama santri,aku pun mulai menuju ke Stasiun terdekat di Wonosobo ini.
Kereta mulai melaju kencang membawaku ke alunan nada yang sayup-sayup. Keramaian yang terjadi di Kereta ini membuatku merasa penat dan mulai lelah.Akhirnya mata pun mulai terpejam,namun tanpa kusadari lelaki yang sedari tadi disampingku mulai tertunduk diam dengan sebuah bacaan yang nampaknya masih terus ia baca. Aku tak lama memperhatikannya,mata ini begitu lelah dan akhirnya benar-benar terpejam.
“Mba…maaf,tadi tasbihnya jatuh.” Sambil memberikan tasbih  ungu itu padaku. Aku pun tersenyum malu menyaksikannya,sambil terus menyesali kecerobohanku.Andai tasbih ini sampai hilang,aku tak tahu apa yang akan ku lakukan.Betapa cerobohnya aku hingga tak sanggup menjaga pemberian terakhir  Alm ayahku. “Ya,terimakasih..” Hanya itu yang sanggup ku ucapkan saat itu. Kereta ini masih terus berjalan,aku teringat akan sebuah pesan yang belum sempat ku kirim untuk ibuku. Aku pun segera membuka ponselku,tak sadar aku teringat sesuatu.”Ya Allah,Bagaimana ini kartu santriku tertinggal ?!” Lelaki yang sedari tadi di sampingku pun akhirnya mebuka pembicaraan. Dari kejadian itu akhirnya kita saling berkenalan, dari informasi yang ku dapat  akhirnya aku tahu bahwa dia juga seorang santri. Kami mulai saling mengeenal,meski dengan nada percakapan yang agak malu-malu kami lontarkan. “Oh jadi namamu Naura, dan sekarang sedang menjalani proses menjadi seorang hafidzoh ? Hmm..sangat langka menemukan wanita sepertimu sekarang.”  Aku  pun hanya tersenyum dan tertunduk tak banyak bicara.Tapi yang jelas,aku tahu nampaknya ia seorang pemuda yang sholeh.
Tak sadar,kami telah sampai di Bandung. Kami bergegas turun dari kereta  dengan barang bawaan yan tak lupa kami jinjing dengan susah payah.”Selanjutnya  kamu mau kemana  ?” Tanya Arifin pemuda yang tadi duduk di sampingku. “Kencana Putih,Alamatku di sana.” Aku tak banyak berkata. Sebelum kami menuju k e alamat kami masing-masing,aku lihat dia tengah menunggu seseorang sambil berjalan-jalan Nampak tengah kebingungan. “Apa kau juga belum di jemput?” tanyanya padaku. “Hmm..ya. Nampaknya  Ibuku agak terlambat.Siapa yang kamu tunggu ?” “Emm..Ah! Itu dia.” Nampak perempuan cantik yang menghampirinya. Perempuan itu Nampak lebih muda darinya, dengan busana muslimah dan jilbab menutup wajahnya membuatnya terlihat begitu cantik dan sopan.
Tubuhku terasa begitu lelah setelah menempuh perjalanan panjang ini. Libur semester ini akan ku manfaatkan untuk menyelesaikan skripsiku serta menemani ibu tercinta yang nampaknya begitu merasakan kekosongan sepeninggal ayah. Teringat akan pesan terakhir dari ayah untuk selalu menjaga ibu,dan…akhh, jodoh!” Aku tersenyum kecil mengingat hal itu. Rasa sedih dan kehilangan yang kurasakan rasanya tak saberapa dari yang dirasakan ibu.Sesosok perempuan yang kasihnya tak mampu kubalas dengan apapun. Pandanganku melayang pada segelang tasbih berwarna ungu yang sempat jauh di kereta ekonomi waktu itu.Yang membuatku tak prnah jauh dari bayangan sosok ayah,tak lupa dengan pesannya yang hingga kini masih ku fikirkan. Bayanganku akan sosok lelaki yang akan mendampingiku  masih jauh tak ku temukan.”Oh Tuhan..Semoga aku tak mengecewakan ibu dan ayah yang sangat menyayangi anak semata wayangnya ini.” Pikiran kecil dalam benakku.
Ibu mulai mengawali pembicaraan di Meja Makan. Rasa rindu akan kehangatan keluarga yang dulu kerasakan menghampiri jiwa ini. Setelah bercakap-cakap dan bertukar fikiran mengenai kuliahku kedepan,tiba-tiba ibu meneteskan air mata. Bening air mata itu menggambarkan rasa khawatir dan entah ribuan perasaan apa yang hadir di pikirannya. “Naura apa kamu masih ingat pesan ayah?” Aku hanya mengangguk lemas.”Kamu tahu ibu sudah tidak muda lagi.Umurmu juga telah cukup untuk mencari pendamping yang tepat untuk mu.”  “Iya bu…Naura tahu .Tapi entah lah sosok yang ku rasa tepat untukku dan sanggup mencintai ibu saperti rasa cinta anak pada ibunya belum aku temukan.Bu..Naura hanya igin seorang lelaki sholeh yang juga mampu mencintai ibu seperti Naura sayang sama ibu.” Suasan mulai hening,beberapa saat tak terdengar suara diantara kami. Lagi-lagi ibu menjatuhkan air matanya,tak banyak hal yang mampu ia katakan. Beliau hanya meminta agar aku cepat mencari pendamping untukku, dan selesai wisuda sntri nanti aku akan mencoba untuk mewujudkannya.
Hari-hari yang ku lalui disini teras begitu cepat. Tak teras besok aku harus sudah kembali ke Pondok Pesantren Nurul Qur’an. Padahal,aku masih sibuk mengurusi skripsiku yang harus ku selesaikan dim semester 8 ini. Aku cukup meras kesulitan ketika harus menemukan judul skripsi yang tepat di fakultas yang ku jalani,yaitu “Fak. Pendidikan Bahasa dan Sastra Arab” UNIVERSITAS SAINS AL- QUR’AN WONOSOBO.  Kesibukan yang selama ini hadir ditengah aktivitasku yang padt membuatku terkadang lupa akan pesan Ayah. “Akh..mungkin memang belum waktunya!” Pikirku cepat-cepat menutup perasaan ini.Sebelum aku kembali ke PONPES,aku harus cepat-cepat menyiapkan  segala materi untuk skripsiku.Dan targetku untuk menyelesaikan hafalanku harus selesai di semester ini. Ibu selalu mengingatkanku agar menjadi hafidzoh yang bertanggung jawab, mampu menjaga dan mengamalkan nilai-nilai Al-Qur’an! Akan selalu ku ingat dan coba ku terapkan.
Hari ini hari pertamaku di USQ WONOSOBO,kampusku tercinta setelah libur panjang yang usai kulalui.Kesibuan mulai benar-benar menghampiriku.Mulai dari tugas kampus,kegiatan pesantren,atu Organisasa HIMA FBSA yang ku lalui yang membuatku jarang member kabar kerumah akhir-akhir ini. Ketika tengah asyiknya jari-jemariku  memainkan laptop,duduklah seorang perempuan cantik di sampingku. Aku tertegun melihatnya, aku rasa bukan hanya karena kecantikannya namun juga kesopanan  dan kehalusan budi yang nampaknya tak asing bagiku.Wanita itu mulai menyapaku.Ia bertanya banyak hal padaku,sekaligus muli memperkenalkan dirinya.Namun,otak ini terus bertanya-tanya siapa wanita di depanku ini.Sepertinya aku pernah melihatnya. “Akh ! Ya. Aku ingat, dia adalah wanita yang aku lihat menjemput Arifin,lelaki kenalan ku di kereta ekonomi waktu itu. “Tapi..Bagaimana bisa dia ada di sini? Di hadapan ku?”
Setelah banyak hal ia ceritakan ,akhirnya aku tahu bahwa dia adalah adik kandung Arifin. Dia pun menceritakan latar belakang keluarganya, aku pun mulai banyak bertanya.Dia bercerita bahwa Ayahnya sedang  sakit keras .Kepulangan kakak nya pun dikarenakan sakitnya sang Ayah. Dan yang  tak kusangka lagi,dia juga mahasiswi USQ semester 4 “PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM”.
Lewat pertemuan ku dangan Salsabila Anggraini atau yang akrab dipanggil “Aini”,aku mulai tahu banyak hal tentang Arifin. Aku sering kali diajak ke kost-an  Aini untuk sekedar main atau membantunya mengerjakan tugas-tugas makul yang sekiranya aku bisa.Kami menjadi begitu akrab,bahkan lewat kedekatanku dengan Aini,, Aku pun menjadi dekat dengan Arifin.  Arifin sering kali membantu pembuatan skripsiku.Aku tahu,dia lebih pintar dariku. Ia terbilang mahasiswa berprestasi di kampusnya ,dan baru selesai di wisuda.. Dan tengah bekerja di UQI(UNIVERSITAS QUR’AN INDONESIA) JAKARTA sebagai Ass Dosen. Aku tak pernah menyangka bisa mengenalnya lebih dekat. Persahabatan yang terjalin diantara kami memang terbilang cukup dekat meski hanya sekedar berkomunikasi lewat E-mail,SMS,atau hanya dengan pertemuan singkat yang tak sengaja terjadi ketika aku main ke kot-an Aini. Aku tak tahu entah apa yang ku rasakan ketika aku berada di dekatnya, hatiku merasa suatu hal yang aneh saat itu. Aku pun merasakan kekaguman pada sosok “Fahri Nur Arifin” yang terlihat begitu sopan dan menghargai wanita.Terlihat dari caranya menghargaiku dan kesabarannya merawat Aini yang juga sering sakit seperti Ayahnya.Sungguh sosok lelaki sholeh nan tangguh yang kini dihadapanku!
Suatu ketika aku tengah menunggu Aini di Taman tempat biasa kami bertemu. Hari ini dia memintaku untuk membantunya memilihkan kado yang tepat untuk Ayahnya,,Karena tepat tanggal 01-01-13 ini Ayahnya berusia 60 tahun.Namun aku bingung ia tak kunjung datang ! Aku pun mulai cemas,Padahal 1 jam lebih aku menunggunya tapi tak kunjung ku lihat Aini di sekitar tempat ini.Beberapa saat kemudian ponselku bordering,ternyata sms dari Aini.
“Maaf ka Naura,hari ini aku tak bisa memenuhi janji untuk pergi membeli kado bersamamu. Kemarin sore Ayah sakit,dan aku langsung pulang tak sempat member kabar. Maaf ka..Aini minta do’a untuk kesembuhan Ayah,Ka..”. Membaca pesan ini membuatku membuatku merasakan kesedihan serta menghawatirkan kondisi Ayah Aini.Aku takut hal yang dulu terjadi pada Ayahku terulang lagi pada Ayah Aini. Hanya berselang beberapa jam,Arifin menelfonku..Dia memberitahukan keadaan Ayahnya yang begitu kritis,Ia memintaku untuk menemani Aini di Bandung karena dia harus bolak-balik Jakarta-Bandung untuk mengurusi surat libur sementara dan pengalihan tugasnya di Jakarta. Aku mengerti akan kesibukannya,dan Aku setuju untuk menemani Aini disana.
Tiba di Bandung ,aku bergegas ke RS CITRA BUANA tempat Ayah Arifin di rawat.Beberapa kali nampaknya Aini dan Arifin mencoba menghubungiku,tapi tak sempat ku jawab panggilannya. Aku pun penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Pikiranku mulai kacau,begitu khawatir sesuatu terjadi pada Ayah Aini. Aku pun mempercepat langkahku menuju ruang UGD di RS CITRA ini. Setelaah menemukan ruangan tempat Ayah Aini dirawat, perlahan-lahan aku mulai membuka pintu. Terdengar bacaaan ayat-ayat  suci Al-Qur’an tengah mengalun begitu indahnya di ruangan ini, Namun kudapati Aini tengah menangis begitu dia merasakan kesedihan,,hingga matanya yang indah terlihat begitu sembab. Dia bercerita bahwa Ayahnya baru saja kambuh dan paru-parunya terasa begitu sakit,,hingga akhirnya dokter menanganinya.Sekarang beliau tengah beristirahat dan belum juga sadar. Aku pun ikut merasakan kesedihan Aini, hingga tak sadar air mata berlinang di pipiku.
Aku duduk di samping Arifin ikut melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Namun beberapa saat kemudian tangan Ayah Aini mulai bergerak dan ternyata beliau tengah sadar. Beliau terlihat begitu lemah dan tak mampu banyak bicara.Beliau hanya berpesan agar Arifin cepat menikah dengan perempuan yang ia cintai yang ternyata adalah aku. Seketika aku terperanjat, aku tak menyangka bahwa selama ini dia pun menyimpan rasa yang sama seperti yang kurasakan.Arifin telah banyak menceritakan tentang aku kepada ayahnya..Dan kado terindah yang diharapkan ayahnya sdi ulang tahunnya kali ini,adalah melihat Arifin menikah denganku.Namun sayang,semuanya tak dapat terwujud. Beliau menyatukan tangan kami di atas tubuhnya yang lemah sembari berpesan agar kami cepat mewujudkan keinginannya tersebut. Nafas terakhir itulah yang membuat beliau tak sanggup menyaksikan pernikahan kami.
Sesuai rencana pernikahan kami akan dilangsungkan selesai aku mengikuti khotmil Qur’an dan wisudsa santri siang ini. Aku bergegas memprsiapakan segala keperluanku untuk mengikuti acara yang ku tunggu. Kini aku telah menjasdi hafidzoh,menunaikan impianku sedari kecil…Aku pun menuju kerumah bibi di Bandung, semua keluarga menunggu disana untuk menyaksikan pernikahanku,tak terkecuali Aini. Dia ikut membantuku merias diri.”Kau terlihat begitu cantik dan anggun ka..Lihatlah,gaun ini amat cocok untukmu.” Aku tersenyum mendengar ucapan Aini yang memujiku.Aku pun ingin membuktikan pujian itu dengan berulang kali melihat gaun yang ku kenakan di kaca. Ya! Nampak indah memang..membuatku tak sabar menanti Arifin.
Acara hampir dimulai,tapi Arifin tak kunjung datang, Aku pun mulai resah. Hingga akhirnya aku mencoba menghubunginya. Arifin memberitahu bahwa sekarang ini dia masih di kereta,mugkin dia benar benar terlambat karena sebelumnya ia harus menyelesaikan surat surat penting di Jakarta.Aku mencoba memahaminya. Namun,untuk sedikit menenangkan diri, aku memutuskan untuk berdzikir menggunakan tasbih pemberian Alm Ayah.Aku tertegun manakala tasbih itu sempat jatuh ketika aku tengah berdzikir menenangkan diri. Aku begitu yakin aku memegangnya begitu erat. Fikiranku mulai tak tenang ketika beberapa kali aku mncoba menghubungi Arifin namun taka da jawaban. Hingga akhirnya aku mendapat sebuah telepon dari polisi yang memberi tahu bahwa Arifin mengalami kecelakaan dan dirawat di RSUD WONOSOBO.
Sesampainya di Rumah Sakit, aku menyaksikan Arifin terbaring lemah dan terdapat luka disekujur tubuhnya. Dokter bilang, mungkin dia akan tak sadar untuk beberapa waktu yang cukup lama. Air mata ini meleleh tak sanggup menyaksikannya. Tatkala lantunan ayat suci Al Qur’an memecah keheningan,Aku mencoba untuk terus membuat Arifin tersadar dengan kata kata yang berulang kali aku bisikan padanya.”Bertahanlah,Demi Cinta kita…Bertahanlah!”. Tangan Arifin mulai bergerak dan ia tersadar,terlihat simpul senyum di bibirnya yang begitu manis dan kedipan mata yang mengisyaratkan agar ijab qobul tetap berjalan demi memenuhi janji pada Ayahnya.Akhirnya ijab qobul dilangsungkan ditengah kondisinya yang mengharukan,dengan mahar seperangkat alat sholat dan Mushaf AL Qur’an berwarna ungu peninggalan Ayahnya yang turut menjadi saksi pernikahan kami. Tak berselang lama Arifin memandangku dengan senyuman bersambut air mata yang turut mengiringi kepergiannya…
Sesusai pemakaman,Aku tak bisa berbohong meski telah kucoba menyimpan kepedihan ini.Aku memutuskan untuk membaca mahar perkawinanku hingga sayup sayup kulihat butiran ayat ayat yang membawaku tak sadarkan diri.Kini aku tengah berada di Sebuah taman yang nampak begitu indah dengan bunga bunga yang bertebaran dan keharuman yang semerbak.Aku mencoba mengenali tempat ini,hingga saat..Aku melihat Arifin! Aku mengejarnya! Dia memelukku erat,aku tak mau melepaskannya. Namun perlahan ia mulai menjauh sembari berkata “Aku menunggumu di surgaNYA,tempat cinta kita yang abadi.Setulus cintaku yang setia menunggumu.Ya habibi…”. Aku berusaha mengejarnya,Tapi dia menghilang! Hingga akhirnya belaian lembut tangan ibuku membangunkanku dan membuatku sadar, Itu hanya mimpi! Dalam hati kecilku aku hanya sanggup berucap takbir yang tak luput dengan air mata..Senja di sore ini turut menjadi saksi kisah cinta yang tak berdaya menyaksikan takdir yang memisahkan cinta suci mahluk yang lemah ini.
~THE END~
By : Desi Lestari (Dessy ZahratulQolbi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar