Masih ku
papah rapuhnya bahu ini
Ku eratkan
jari jemari sembari kumpulkan kekuatan
Tanpa ragu
ku coba sematkan harapan tuk bertahan…
Di usia senja kini ratapan bukan
lah hal baru
Sesekali layangkan pandang pada
gundukan tanah bertabur bunga
Memoar yang tak enggan henti
berkelana
Sebab rasaku tak sedikit pun
menyentuh kalbu
Dan siapkan iman kemantapan itu…
Meski enggan
rasanya tulang-tulangku berbaur rata dg sebuah benda mati
Namun demi
sepatah kata menolak pun tak sanggup lidah ini bergumam
Air mata
mengalir mewarnai gemetar nya gemuruh dalam kalbu
Mengingat
tak usai disini penghakiman Sang Illahi…
Tatkala seorang gadis belia
menitikkan air mata sembari berkata ‘Ayah..’
Bola mataku tak sanggup
menerawang penuh kepedihan sang gadis
Hanya air mata yang masih mampu mengalir menikmati
lantunan ayat suci
Bergema beserta bisikkan do’a
berharap alam sadarku terpanggil
Sekali lagi angin berhembus
lirih layangkan pesan cinta ke langit
Berharap Sang Kuasa izinkan sang
gadis berbisik cinta lebih lama pada sang ‘Ayah..’
Sang gadis
terus merintih ungkapkan kesalnya ia sebab rapuhnya tubuh ini
Lekas ia
gapai tangan ini dan tergenggam erat bak simpul sebuah tali
Ia mengerti
saat tak ada lagu bahu yang memapahnya tuk bersandar
Selalu siap
bahu ini sodorkan diri
Kini
pandangnya pun hanya tinggal bahu yang lemah menemani
Ingatkan ia
tatkala bola matanya tak sanggup bicara dan sebongkah air mata jatuh mewakili
gundahnya
Akan selalu
hadir belai tangan ini tuk hapus tangis di pipi merahnya
Kini tak ada
gerakan barang sejengkal pun yang mampu menjawab kegelisahan sang gadis…
Entah medan magnet apa yang membuat
sang gadis belia enggan beranjak dari sosok yang dulu selalu mendekapnya
Berjam-jam,berhari-hari,dan setiap
detik yang berlalu adalah penjara yang samar bagi sang gadis
Waktu telah membuat gadis belia itu
melalui aral di sebuah tempat diantara ribuan nyawa dalam keadaan darurat
Hanya tersisa secercah harapan yang
masih apik dalam genggaman akan malaikat karibnya ‘Ayah’
Tasbih,tahmid,serta
ribuan do’a beriring menghantar jejak nafas ini
Dari
bidadari kecil yang melabuhkan harapan ketegaran jiwaku
‘Ayah..untuk
siapa karangan bunga ini ku rangkai?
Untuk siapa
medali ini ku persembahkan?
Untuk siapa
ketegaran ini ku perjuangkan?
Jika engkau
yang ku nanti enggan mendengar jeritan hati ini
Tak lagi
peduli seberapa keras ku merintih berharap masih ada waktu lumatkan canda tawa
bersamamu’
Sejenak suasana begitu hening………
Ia terisak dan kembali hatinya
berkabut
Tertahan sejenak sebelum manusia
berbaju putih mengendap-endap masuk
Serentak terdengar ‘Innalillahi
wa inna ilaihi roji’un..’
Dunia seakan
kelam,kabut hitam berbela sungkawa
Betapa pedih
nan miris menghantam jiwa suci sang gadis
Untaian do’a
lah yang menjadi persembahan terakhir di
hembusan nafas ini
Namun ia
mengerti,cinta Sang Illahi pada malaikat
karibnya membuat ia harus berbesar hati
Dalam
menghantar ‘Ayah’ ke haribaan Sang Illahi…….