Kamis, 25 Desember 2014


“ PEREMPUANKU “

Perempuan … pernahkah kau hitung berapa usiamu sekarang ?
Pernahkah kau bandingkan berapa lama senyum mu bertahan ?
Pernahkah, pernahkah ?
Pernahkah kau ingat seberapa lama aku mengenangmu dalam diam ?
                Perempuan …ayu mu, menyulam cinta di benak ku         
                Sapamu mengundang gumam kagum batinku
                Empat tahun sudah nama mu bertahan
                Mengakar di dasar jiwa menahan rindu yang tertahan
Perempuan…kau hadir dalam rinai hujan semalam
Dalam malam-malam yang selalu milikku
Kamu dalam buhulan rindu
Meski realita menyekat jarak antara ku dan kamu…
                Perempuanku…hitungan tahun berlalu tak ubah pelangi di matamu
                Cara yang kian nyata ku ingat dalam bias pribadimu
                Aku kagum…mengagumimu…..
                Bukan pilihan bagiku tuk cintaimu
                Untuk waktu yang tepat mengikatmu dalam genggamku
                Sungguh, peluhku getir tanpa mu perempuan
                Biar lara bertabur cuka,pun tak apa
                Asal mampu ku intip bahagia di jendela asa
                Tentangmu perempuanku…

                BY : Desi Lestari ( Dessy ZahratulQolbi )

Minggu, 21 Desember 2014

“OPERA TUHAN “

Abadilah rindu beralas sajadah biru Berjibaku kala bisu hanyut dalam syahdu Langit cemburu akan bisikan tangisku yang menggebu Diantara pinta yang kian bergema nyanyikan khaufrajaku Ku buka tirai kasih pada takhta arsy-MU Lewat senandung cinta bernama do’a Ku sisipkan asma yang menadi bersama darah ku Mengalun indah di pori-pori mulutku Sepucuk salam hangat memadu rindu Dalam hening waktu menutup senja-MU Manakala kikisan iman nampakkan dirii Hanya tasbiih bergemuruh hanyutkan pilu Bukan tak sadar peranku adalah rahasia-MU Namun operamu tak terjamah naluri ku Tuhan… “sekali lagi ajari aku berdrama untuk-MU” Ku lepaskan angan yang bertalu di hatiku Berpasrah pada sepenggal surat skenario-MU Menari dalam panggung sandiwara Sambangi peran hanyut dalam wayang-wayang Tuhan Enggan bukakan diri kreasikan angan Dalam wajah palsu ku cemburukan peran Kian menyatu dalam angan tak bertuan Pada pintu-pintu singgasana-MU Ku adukan detail perkara hidupku Ketidakmampuan dalam drama-drama pilu Hingga seringnya keluar dalam batas skenario-MU Bahu pun kian renggang merangkulku Namun tak ada tempat yang tersungkur kala sujud mendekur Rapuh…Lemah…itu milikku Biarlah sekali lagi tengadahku kalut dalam senyap Menatap esok jalanku tegap Berdrama sahaja di panggung sandiwara Tanpa kuasa diri seorang hamba Sabda kan cinta kalam rindu Di batas opera kesempurnaan-MU….

Jumat, 19 Desember 2014

“ SANGKAR SETIAMU ”

Rintik hujan menyirami kegersangan jiwa
Saat asa menganga tanpa belaian nyawa
Menunggu hinggapnya cinta di balutan sukma
Sangkar mu kian membelenggu kalbu
Memaksa ku mengikis habis cinta selain kamu
Perlahan waktu memikat menepis sayapku
Membungkus rindu menyenandung kaku
Saat mengingatmu adalah pilu
Mengusir bayangmu adalah duri yang menyayat kalbu
Bertahan dalam kesetiaan menembus batas cakrawala
Melambungkan segenggam asa bersama senandung jiwa
Meski  fana hadirmu sekejap mata
Namun abadi dalam kisah sepanjang masa
Dekapan waktu membingkis rindu
Berbisik mesra menggemakan rasaku
Kau jauh, namun dekat saat langit jadi pemersatu
Guratan biru bentangkan lukisan cinta tiada tara
Mendekati raga yang tak jelas dimana rimbanya
Hanya sangkar kesetiaan dalam jendela keabadianmu
Menghantar kepingan asa menuntun jejak rindu
Menepis lara akan rindu yang mengendap kian membeku
               Di sangkar ini aku mengadu
               Menggelayuti rasa tentangmu
               Agar esok sang waktu rekatkan dua sejoli dalam pilar nyata
               Menyatu dalam rindu , abadi dalam kelana waktu
               Aku….dan Kamu..rinduku .

BY: Desi Lestari (Dessy ZahratulQolbi)

Sabtu, 06 Desember 2014

Rindu Wajah Senja

Cinta...hendak kemana kau buatku berkelana ?
Mengarungi jejak langkah kaki tanpa petuah asa
Berjalan berteman nestapa, lara, dan duka ..


Cinta…rembulan menertawakan pelannya langkahku melangkah
Mengikuti tiap jengkal cahaya yang tertangkap panca indera
Terseok-seok penuh derita tersebab aral melintang di medan juang
Mengejar senja esok di pelupuk mata mengharap hadirmu belahan jiwa
Ku genggam apik naluri rindu demi janji yang membungkam ragaku
Terus..dan terus..menapaki jalan berliku..
Berselimut senyum kaku rembulan padaku dan lautan semangat karenamu ‘jiwaku’


Cinta…di ujung batas kota ini,pernah tertoreh tinta berukir nama kita berdua
Melingkar sebuah cincin mungil di jari manis  adinda
Kini sebongkah harapan mengantarku pada tempat yang sama
Senja yang sama,yang pernah menjadi saksi butanya dua insan memadu asmara..
Senja..di belantara mana kau sembunyikan raga yang begitu ku damba ?
Mungkinkah senja telah merubah wajahnya hingga tak kau jumpai dinda di batas kota ?


Cinta… perjalanan telah begitu panjang dinda lewati
Di tepian rasa kecewa bercampur gundah melanda
Bukankah masih sempat dinda sisipkan kesetiaan sampai detik dimana raga terasa hampa ?
Bukankah bayangmu masih menjadi satu-satunya lentera tatkala putus asa begitu menggoda?
Mantera apa yang mampu sekuat cinta ?
Derita mana yang tak tertindas olehnya ?


Senja…
Kini kau adalah saksi bisu kesetiaanku
Saat janji mendorong hati terus berharap meski semu
Saat rindu menjadi akar tatkala raga hampir tumbang
Saat cinta adalah lentera kala langkahku gulita
Entah belahan dunia mana yang masih sanggup percayainya
Yang ku tahu,senyummu tetaplah sama ..
Hingga waktu telah menjadi pemisah dua sejoli dalam sangkarnya
Dan hanya kau lah ‘senja’ yang mampu bercerita tentang setiaku padanya
Tentang kesetiaan menanti menatap wajah senja,di batas kota yang sama ..
Bersamamu…Belahan Jiwa…

Senin, 01 Desember 2014

AYAH…….

Masih ku papah rapuhnya bahu ini
Ku eratkan jari jemari sembari kumpulkan kekuatan
Tanpa ragu ku coba sematkan harapan tuk bertahan…

Di usia senja kini ratapan bukan lah hal baru
Sesekali layangkan pandang pada gundukan tanah bertabur bunga
Memoar yang tak enggan henti berkelana
Sebab rasaku tak sedikit pun menyentuh kalbu
Dan siapkan iman kemantapan itu…

Meski enggan rasanya tulang-tulangku berbaur rata dg sebuah benda mati
Namun demi sepatah kata menolak pun tak sanggup lidah ini bergumam
Air mata mengalir mewarnai gemetar nya gemuruh dalam kalbu
Mengingat tak usai disini penghakiman Sang Illahi…

Tatkala seorang gadis belia menitikkan air mata sembari berkata ‘Ayah..’
Bola mataku tak sanggup menerawang penuh kepedihan sang gadis
Hanya  air mata yang masih mampu mengalir menikmati lantunan ayat suci
Bergema beserta bisikkan do’a berharap alam sadarku terpanggil
Sekali lagi angin berhembus lirih layangkan pesan cinta ke langit
Berharap Sang Kuasa izinkan sang gadis berbisik cinta lebih lama pada sang ‘Ayah..’

Sang gadis terus merintih ungkapkan kesalnya ia sebab rapuhnya tubuh ini
Lekas ia gapai tangan ini dan tergenggam erat bak simpul sebuah tali
Ia mengerti saat tak ada lagu bahu yang memapahnya tuk bersandar
Selalu siap bahu ini sodorkan diri
Kini pandangnya pun hanya tinggal bahu yang lemah menemani
Ingatkan ia tatkala bola matanya tak sanggup bicara dan sebongkah air mata jatuh mewakili gundahnya
Akan selalu hadir belai tangan ini tuk hapus tangis di pipi merahnya
Kini tak ada gerakan barang sejengkal pun yang mampu menjawab kegelisahan sang gadis…


Entah medan magnet apa yang membuat sang gadis belia enggan beranjak dari sosok yang dulu selalu mendekapnya
Berjam-jam,berhari-hari,dan setiap detik yang berlalu adalah penjara yang samar bagi sang gadis
Waktu telah membuat gadis belia itu melalui aral di sebuah tempat diantara ribuan nyawa dalam keadaan darurat
Hanya tersisa secercah harapan yang masih apik dalam genggaman akan malaikat karibnya ‘Ayah’

Tasbih,tahmid,serta ribuan do’a beriring menghantar jejak nafas ini
Dari bidadari kecil yang melabuhkan harapan ketegaran jiwaku
‘Ayah..untuk siapa karangan bunga ini ku rangkai?
Untuk siapa medali ini ku persembahkan?
Untuk siapa ketegaran ini ku perjuangkan?
Jika engkau yang ku nanti enggan mendengar jeritan hati ini
Tak lagi peduli seberapa keras ku merintih berharap masih ada waktu lumatkan canda tawa bersamamu’


Sejenak suasana begitu hening………
Ia terisak dan kembali hatinya berkabut
Tertahan sejenak sebelum manusia berbaju putih  mengendap-endap masuk
Serentak terdengar ‘Innalillahi wa inna ilaihi roji’un..’

Dunia seakan kelam,kabut hitam berbela sungkawa
Betapa pedih nan miris menghantam jiwa suci sang gadis
Untaian do’a lah  yang menjadi persembahan terakhir di hembusan nafas ini
Namun ia mengerti,cinta  Sang Illahi pada malaikat karibnya membuat ia harus berbesar hati
Dalam menghantar ‘Ayah’ ke haribaan Sang Illahi…….