Kamis, 16 April 2015

PRIBADI VISIONER



“ PRIBADI VISIONER “

Pernah mendengar ada seorang anak kecil mengutarakan keinginan atau cita-citanya kelak ?
Apa tanggapan kita saat seorang anak yang masih begitu belia atau polos itu mengandai-andai tentang masa depannya kelak ? Biasanya reaksi yang muncul jika yang menanggapi adalah sesama anak kecil,mereka akan tertawa lalu mengatakannya “ Ah menghayal !” atau “ Gila ! Mimpi apa bisa kayak gitu ?!” dan berbagai macam ungkapan lain yang sejenisnya. Lalu bagaimana jika yang menanggapi adalah orang yang lebih berumur ? Jawabannya, mungkin tak jauh beda. Tapi ada sebagian kecil yang akan menanggapinya serius lalu menyemangatinya. Bayangkan bahwa mereka telah benar-benar menggapai angan-angan mereka dengan sukses ! Kita yang tadinya menertawakan mungkin akan beralih ekspresi dengan menyambutnya girang.  Semua hanya perkara NANTI. Ya, memang nanti. Nanti saat semua benar-benar terwujud, tapi tanpa ada pengandaian atau sebuah misi, Apa kira-kira yang akan menjadi tujuan kita di masa depan ? Apakah pantas disamakan dengan anak kecil yang hanya sekenanya menjawab  pertanyaan cita-cita mereka ?

                Setiap insan telah dengan sempurna Allah ciptakan dengan berbagai macam kelebihan yang tak dimilki makhluk  lainnya. Tapi, pernahkah kita berfikir untuk memanfaatkan kemampuan kita semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan kita masing-masing ? Bahkan barangkali, ada yang belum memiliki tujuan hidup. Lalu bagaimana kita bisa hidup lebih baik untuk mempersiapkan masa depan jika tak ada visi,cita-cita, atau tujuan di masa depan ? Apa pentingnya sebuah tujuan dalam hidup ?
Dengan contoh anak kecil yang mencoba merangkai cita-cita sejak dini, pantasnya kita berkaca bahwa mereka anak kecil yang pemahamannya masih belum seberapa pun tahu bahwa hidup ini harus memiliki tujuan atau visi untuk dijadikan pedoman dalam menapaki jejak kehidupan. Kita seringkali berfikir untuk hidup mengikuti arus saja dengan kata-kata sederhana yang kurang lebih “ Let it flows guys “ begitu fasih dan ringan di lidah. Tahukah kita bahwa ungkapan ini belum tentu sesuai dengan semua kondisi terlebih jika menyangkut tujuan hidup ? Apa alasannya ?

                Salah satu teladan terbaik yang pernah hadir di tengah-tengah kita adalah beliau Rasulullah SAW. Beliau pernah menyinggung tentang pentingnya sebuah misi dalam sebuah perang besar yang dipimpinnya kala itu. Perang Parit namanya. Apa yang beliau wasiatkan untuk kita agar memiliki visi dan misi dan menghindari kepasrahan terhadap takdir tanpa berusaha mendahuluinya sebelum menyerah ?
Berikut kisahnya.
“ Suatu saat Rasulullah pernah memerintahkan seluruh penduduk Madinah, baik muslim, nasrani, maupun yahudi untuk sama-sama keluar ke perbatasan kota dan menggali parit sejauh 8 km. Parit itu dibuat untuk menghadapi perlawanan kaum kafir quraisy  yang ingin menghabisi riwayat islam dengan mengumpulkan koalisi pasukan sebanyak 10.000 orang beranggotakan kafir quraisy, yahudi, dan para munafik.
Menghadapi kenyataan ini, tak sedikit kaum muslim yang panik dan takut menghadapi ancaman berat ketauhidan mereka. Hanya yang memiliki iman kuat yang tampaknya masih bersemangat mengemban amanah Rasull untuk tak goyah dengan keadaan. Persiapan kaum muslim tengah berjalan. Di terik matahari khas timur tengah, mereka menggali berkubik-kubik tanah untuk memenuhi permintaan Rasulullah. Dalamnya parit sekitar 3 meter dan lebarnya minimal harus 5 meter. Tak terbayang bukan keletihan yang menemani tugas berat tersebut ? Tekanan dan ancaman yang membayangi umat muslim nyata membara di depan mata. Namun Rasulullah sanggup menahan diri dan tetap bersemangat menggali parit. Sampai suatu ketika saat menggali parit, Rasululah menghancurkan batu besar berkeping-keping  yang tadinya tak mempan oleh kapak-kapak sahabat. Rasulullah menghantam batu itu dengan tiga pukulan, masing-masing diawali basmallah, dan bersabda yang artinya :
 ---Allahu Akbar,telah diberikan kepadaku kunci-kunci kerajaan Syam. Demi allah saat ini aku benar-benar melihat istana-istana merahnya dari tempatku ini. Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku kunci-kunci kerajaan Persia. Demi Allah aku benar-benar  melihat kota-kotanya dan istana-istana putihnya dari tempatku ini. Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku kunci-kunci kerajaaan Yaman. Demi Allah, aku benar-benar melihat pintu-pintu Shan’a dari tempatku ini.--- ( HR. Ahmad )
Padahal saat itu Madinah hanya sebuah kota dengan luasan yang jauh lebih kecil dari Jawa Barat. Sedangkan pada masanya,  Romawi di Syam adalah negara adikuasa disitu, begitupun Per sia yang juga Negara super power saat itu.  Tentu saja ditengah kepanikan yang melanda Madinah kala itu, emosi kaum Yahudi terpancing. Mereka tercengang mendengar pernyataan Rasulullah yang tidak masuk akal bagi mereka. Hingga kata-kata keji keluar dari lisan mereka  “ Muhammad gila !” .“

                Begitulah singkat cerita tentang sebuah perang besar yang akhirnya dimenangkan oleh Umat Muslim. Secara logika, 1000 pasukan melawan 3000 pasukan, tentu 3000 pasukan itu tidak akan sanggup menang. Tapi kenyataaan telah membalikkan keadaan. Apa kira-kira yang menjadi kunci keberhasilan umat muslim saat itu? Rasulullah telah dengan tegas menjawabnya. Yaitu, karena sebuah visi. Ya, Rasull telah membakar semangat kaum muslim yang pada saat itu begitu takut menghadapi tekanan yahudi. Maka tak tanggung-tanggung, Rasulullah mendapat julukan “ gila “ dari musuhnya itu. Tapi, bagi beliau apalah yang lebih penting dari pada memajukan umat islam dengan sebuah visi dan misi besar agar langkah mereka terarah seperti pada keberhasilan perang parit tersebut.

                “ Sinting, gila, menghayal, mimpi, utopis, edan, dan sebagainya adalah ungkapan biasa bagi pribadi visioner seperti Rasulullah.” Jika Rasull saja telah mewariskan perjuangan yang visioner seperti itu kepada kita, lalu pantaskah kita masih bermalas-malasan dan menjalani hidup mengalir saja seperti yang biasanya kita ungkapkan ? Mungkin kita lupa, Allah pernah menganugrahi kita manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Tugas yang berat untuk kita menjadi contoh dan tauladan bagi makhluk lain. Namun bisakah kita menjadi lebih baik dan meraih masa depan cerah jika tanpa visi yang besar yang Rasull contohkan pada kita? Jika takut diberi label “ gila “ seperti Rasull kala itu, sebut saja kita tak bermental. Tak berani mengambil sikap dalam menentukan langkah kita kedepan. Menentukan tujuan hidup agar terarah dan tak berada di jalur yang menyesatkan. Karena itulah tujuan sebuah visi.

                 Kebanyakan manusia hanya dapat menangkap sesuatu sesuai dengan apa yang dilihatnya saat ini. Pantas saja jika ada anak kecil yang masih suka bermain lantas mengutarakan cita-citanya menjadi dokter,kita tertawakan. Padahal sikap seorang visioner pasti mampu melihat lebih dari pada itu. Bahwa sesungguhnya dibalik sebuah misi yang disertai usaha keras, maka berbuahlah sesuai  angan atau visi yang diharapkan.  Dia melihat dengan akalnya, dengan keimanannya.  Jika sebuah visi telah kita genggam, langkahkan kaki untuk terus bergerak agar tidak melenceng dari visi yang telah digariskan. Dunia menunggu banyak action dari orang-orang yang memiliki cita-cita besar, bukan dari mereka yang mengharap keajaiban di siang bolong atau menunggunya dengan kepasrahan.

                Terbukti, dunia akan selalu diarahkan oleh orang-orang yang visioner. Sementara orang-orang pragmatis mengikutinya. Mungkin, 1400 tahun lalu bila ada seseorang yang menyampaikan bahwa islam akan menguasai 1/3 dunia tidak akan ada yang percaya. Namun, kita bisa membuktikan saat ini bahwa islam pernah menguasai 1/3 dunia dengan khilafahnya. Tentu, sebuah visi mulia lah yang menyampaikan islam pada masa kejayaannya. Siapa lagi jika bukan Muhammad SAW yang  menyampaikannya pada saat beliau massih hidup. Kita sebagai umat pengikut setia Nabi junjungan kita Muhammad SAW pantas berbangga karena memiliki suri tauladan yang sempurna, yang mengarahkan kita pada cahaya dimana islam dan umatnya bersatu padu karena cita-cita besar sebagai rahmatan lil’alamin.

                Oleh karenanya,  visioner atau pribadi yang memiliki visi adalah sikap wajib bagi kita. Bagaimana mungkin visi besar yang diwariskan Rasull untuk melihat kejayaan islam dengan permata dan kilauan cahaya terindah dapat terwujud jika kita yang diwarisi saja enggan mencontoh beliau dalam bervisi dan bertindak ? Satu fakta besar yang tak terelakkan, bahwa seandainya Rasulullah tak memberikan visi pada sahabat, tentu islam tak akan besar seperti saat ini. Jadi, dengan meyakini visi yang diberikan Allah dan Rasull-NYA, serta berjuang sekuat tenaga untuk mencapainya tidak akan dilakukan maksimal apabia kita tidak visioner. Al hasil, sudah bisakah kita menentukan visi untuk mengarahkan langkah kaki ? Siapkah kita menjadi visioner seperti sabda Nabi ? Insya Allah, dengan ketekunan dan kegigihan, tak ada hal mustahil yang patut menjadi rintangan. Pertolongan Allah selalu bersama orang-orang  yang visioner. Bukankah allah adalah tempat bagi segala kemustahilan ???
Selamat bervisi, dan memperjuangkannya dengan aksi !.

                                By:  Desi Lestari
                                @15-Apr-15 : 11.41 PM
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar