“ PRIBADI VISIONER “
Pernah mendengar ada seorang anak kecil mengutarakan keinginan atau
cita-citanya kelak ?
Apa
tanggapan kita saat seorang anak yang masih begitu belia atau polos itu
mengandai-andai tentang masa depannya kelak ? Biasanya reaksi yang muncul jika
yang menanggapi adalah sesama anak kecil,mereka akan tertawa lalu mengatakannya
“ Ah menghayal !” atau “ Gila ! Mimpi apa bisa kayak gitu ?!” dan berbagai macam
ungkapan lain yang sejenisnya. Lalu bagaimana jika yang menanggapi adalah orang
yang lebih berumur ? Jawabannya, mungkin tak jauh beda. Tapi ada sebagian kecil
yang akan menanggapinya serius lalu menyemangatinya. Bayangkan bahwa mereka
telah benar-benar menggapai angan-angan mereka dengan sukses ! Kita yang
tadinya menertawakan mungkin akan beralih ekspresi dengan menyambutnya
girang. Semua hanya perkara NANTI. Ya,
memang nanti. Nanti saat semua benar-benar terwujud, tapi tanpa ada pengandaian
atau sebuah misi, Apa kira-kira yang akan menjadi tujuan kita di masa depan ?
Apakah pantas disamakan dengan anak kecil yang hanya sekenanya menjawab pertanyaan cita-cita mereka ?
Setiap insan telah dengan
sempurna Allah ciptakan dengan berbagai macam kelebihan yang tak dimilki
makhluk lainnya. Tapi, pernahkah kita
berfikir untuk memanfaatkan kemampuan kita semaksimal mungkin untuk mencapai
tujuan kita masing-masing ? Bahkan barangkali, ada yang belum memiliki tujuan
hidup. Lalu bagaimana kita bisa hidup lebih baik untuk mempersiapkan masa depan
jika tak ada visi,cita-cita, atau tujuan di masa depan ? Apa pentingnya sebuah
tujuan dalam hidup ?
Dengan contoh
anak kecil yang mencoba merangkai cita-cita sejak dini, pantasnya kita berkaca
bahwa mereka anak kecil yang pemahamannya masih belum seberapa pun tahu bahwa
hidup ini harus memiliki tujuan atau visi untuk dijadikan pedoman dalam menapaki
jejak kehidupan. Kita seringkali berfikir untuk hidup mengikuti arus saja
dengan kata-kata sederhana yang kurang lebih “ Let it flows guys “ begitu fasih
dan ringan di lidah. Tahukah kita bahwa ungkapan ini belum tentu sesuai dengan
semua kondisi terlebih jika menyangkut tujuan hidup ? Apa alasannya ?
Salah satu teladan terbaik yang
pernah hadir di tengah-tengah kita adalah beliau Rasulullah SAW. Beliau pernah
menyinggung tentang pentingnya sebuah misi dalam sebuah perang besar yang
dipimpinnya kala itu. Perang Parit namanya. Apa yang beliau wasiatkan untuk
kita agar memiliki visi dan misi dan menghindari kepasrahan terhadap takdir
tanpa berusaha mendahuluinya sebelum menyerah ?
Berikut kisahnya.
“ Suatu saat
Rasulullah pernah memerintahkan seluruh penduduk Madinah, baik muslim, nasrani,
maupun yahudi untuk sama-sama keluar ke perbatasan kota dan menggali parit
sejauh 8 km. Parit itu dibuat untuk menghadapi perlawanan kaum kafir
quraisy yang ingin menghabisi riwayat
islam dengan mengumpulkan koalisi pasukan sebanyak 10.000 orang beranggotakan
kafir quraisy, yahudi, dan para munafik.
Menghadapi
kenyataan ini, tak sedikit kaum muslim yang panik dan takut menghadapi ancaman
berat ketauhidan mereka. Hanya yang memiliki iman kuat yang tampaknya masih
bersemangat mengemban amanah Rasull untuk tak goyah dengan keadaan. Persiapan
kaum muslim tengah berjalan. Di terik matahari khas timur tengah, mereka
menggali berkubik-kubik tanah untuk memenuhi permintaan Rasulullah. Dalamnya
parit sekitar 3 meter dan lebarnya minimal harus 5 meter. Tak terbayang bukan
keletihan yang menemani tugas berat tersebut ? Tekanan dan ancaman yang
membayangi umat muslim nyata membara di depan mata. Namun Rasulullah sanggup
menahan diri dan tetap bersemangat menggali parit. Sampai suatu ketika saat
menggali parit, Rasululah menghancurkan batu besar berkeping-keping yang tadinya tak mempan oleh kapak-kapak
sahabat. Rasulullah menghantam batu itu dengan tiga pukulan, masing-masing
diawali basmallah, dan bersabda yang
artinya :
---Allahu Akbar,telah diberikan kepadaku
kunci-kunci kerajaan Syam. Demi allah saat ini aku benar-benar melihat
istana-istana merahnya dari tempatku ini. Allahu Akbar, telah diberikan
kepadaku kunci-kunci kerajaan Persia. Demi Allah aku benar-benar melihat kota-kotanya dan istana-istana
putihnya dari tempatku ini. Allahu Akbar, telah diberikan kepadaku kunci-kunci
kerajaaan Yaman. Demi Allah, aku benar-benar melihat pintu-pintu Shan’a dari
tempatku ini.--- ( HR. Ahmad )
Padahal saat
itu Madinah hanya sebuah kota dengan luasan yang jauh lebih kecil dari Jawa
Barat. Sedangkan pada masanya, Romawi di
Syam adalah negara adikuasa disitu, begitupun Per sia yang juga Negara super
power saat itu. Tentu saja ditengah
kepanikan yang melanda Madinah kala itu, emosi kaum Yahudi terpancing. Mereka
tercengang mendengar pernyataan Rasulullah yang tidak masuk akal bagi mereka.
Hingga kata-kata keji keluar dari lisan mereka “ Muhammad gila !” .“
Begitulah singkat cerita tentang
sebuah perang besar yang akhirnya dimenangkan oleh Umat Muslim. Secara logika,
1000 pasukan melawan 3000 pasukan, tentu 3000 pasukan itu tidak akan sanggup
menang. Tapi kenyataaan telah membalikkan keadaan. Apa kira-kira yang menjadi
kunci keberhasilan umat muslim saat itu? Rasulullah telah dengan tegas
menjawabnya. Yaitu, karena sebuah visi. Ya, Rasull telah membakar semangat kaum
muslim yang pada saat itu begitu takut menghadapi tekanan yahudi. Maka tak
tanggung-tanggung, Rasulullah mendapat julukan “ gila “ dari musuhnya itu.
Tapi, bagi beliau apalah yang lebih penting dari pada memajukan umat islam
dengan sebuah visi dan misi besar agar langkah mereka terarah seperti pada
keberhasilan perang parit tersebut.
“ Sinting, gila, menghayal,
mimpi, utopis, edan, dan sebagainya adalah ungkapan biasa bagi pribadi visioner
seperti Rasulullah.” Jika Rasull saja telah mewariskan perjuangan yang visioner
seperti itu kepada kita, lalu pantaskah kita masih bermalas-malasan dan
menjalani hidup mengalir saja seperti yang biasanya kita ungkapkan ? Mungkin
kita lupa, Allah pernah menganugrahi kita manusia sebagai khalifah dimuka bumi.
Tugas yang berat untuk kita menjadi contoh dan tauladan bagi makhluk lain.
Namun bisakah kita menjadi lebih baik dan meraih masa depan cerah jika tanpa
visi yang besar yang Rasull contohkan pada kita? Jika takut diberi label “ gila
“ seperti Rasull kala itu, sebut saja kita tak bermental. Tak berani mengambil
sikap dalam menentukan langkah kita kedepan. Menentukan tujuan hidup agar
terarah dan tak berada di jalur yang menyesatkan. Karena itulah tujuan sebuah
visi.
Kebanyakan manusia hanya dapat menangkap
sesuatu sesuai dengan apa yang dilihatnya saat ini. Pantas saja jika ada anak
kecil yang masih suka bermain lantas mengutarakan cita-citanya menjadi
dokter,kita tertawakan. Padahal sikap seorang visioner pasti mampu melihat
lebih dari pada itu. Bahwa sesungguhnya dibalik sebuah misi yang disertai usaha
keras, maka berbuahlah sesuai angan atau
visi yang diharapkan. Dia melihat dengan
akalnya, dengan keimanannya. Jika sebuah
visi telah kita genggam, langkahkan kaki untuk terus bergerak agar tidak melenceng
dari visi yang telah digariskan. Dunia menunggu banyak action dari orang-orang
yang memiliki cita-cita besar, bukan dari mereka yang mengharap keajaiban di
siang bolong atau menunggunya dengan kepasrahan.
Terbukti, dunia akan selalu
diarahkan oleh orang-orang yang visioner. Sementara orang-orang pragmatis
mengikutinya. Mungkin, 1400 tahun lalu bila ada seseorang yang menyampaikan
bahwa islam akan menguasai 1/3 dunia tidak akan ada yang percaya. Namun, kita
bisa membuktikan saat ini bahwa islam pernah menguasai 1/3 dunia dengan
khilafahnya. Tentu, sebuah visi mulia lah yang menyampaikan islam pada masa
kejayaannya. Siapa lagi jika bukan Muhammad SAW yang menyampaikannya pada saat beliau massih
hidup. Kita sebagai umat pengikut setia Nabi junjungan kita Muhammad SAW pantas
berbangga karena memiliki suri tauladan yang sempurna, yang mengarahkan kita
pada cahaya dimana islam dan umatnya bersatu padu karena cita-cita besar
sebagai rahmatan lil’alamin.
Oleh karenanya, visioner atau pribadi yang memiliki visi
adalah sikap wajib bagi kita. Bagaimana mungkin visi besar yang diwariskan
Rasull untuk melihat kejayaan islam dengan permata dan kilauan cahaya terindah
dapat terwujud jika kita yang diwarisi saja enggan mencontoh beliau dalam
bervisi dan bertindak ? Satu fakta besar yang tak terelakkan, bahwa seandainya
Rasulullah tak memberikan visi pada sahabat, tentu islam tak akan besar seperti
saat ini. Jadi, dengan meyakini visi yang diberikan Allah dan Rasull-NYA, serta
berjuang sekuat tenaga untuk mencapainya tidak akan dilakukan maksimal apabia
kita tidak visioner. Al hasil, sudah bisakah kita menentukan visi untuk mengarahkan
langkah kaki ? Siapkah kita menjadi visioner seperti sabda Nabi ? Insya Allah,
dengan ketekunan dan kegigihan, tak ada hal mustahil yang patut menjadi
rintangan. Pertolongan Allah selalu bersama orang-orang yang visioner. Bukankah allah adalah tempat
bagi segala kemustahilan ???
Selamat
bervisi, dan memperjuangkannya dengan aksi !.
By: Desi Lestari
@15-Apr-15 :
11.41 PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar